Sejarah Singkat
Taman Nasional Alas Purwo (atau biasa disingkat Alas Purwo) terletak di ujung timur Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bagi masyarakat sekitar, nama /alas purwo/ memiliki arti sebagai hutan pertama, atau hutan tertua di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, tak heran bila masyarakat sekitar menganggap Alas Purwo sebagai hutan keramat. Sehingga, selain diminati sebagai tujuan wisata alam, kawasan Alas Purwo juga diyakini memiliki situs-situs yang dianggap mistis yang menjadi magnet bagi para peziarah untuk melakukan berbagai ritual di hutan ini.
Taman nasional yang diresmikan melalui SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92 ini merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Ketinggiannya berada pada kisaran 0?322 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl). Berdasarkan ekosistemnya, tipe-tipe hutan di Taman Nasional Alas Purwo dapat dibagi menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau//mangrove/, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (/Feeding Ground/). Jika diamati sekilas, dari luas lahan sekitar 43.420 hektar, taman nasional ini didominasi oleh hutan bambu, yang menempati areal sekitar 40 % dari seluruh area yang ada. Secara umum, keadaan tanah di taman ini sebagian besar adalah tanah liat berpasir, sedangkan sebagian kecil lainnya berupa tanah lempung. Curah hujan per tahun rata-rata berkisar antara 1.000?1.500 mm dengan temperatur antara 27°-30° C, dan kelembaban udara antara 40?85 %. Biasanya, musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober, sementara musim penghujan terjadi sebaliknya, yaitu pada bulan Oktober hingga April.
Keistimewaan
Taman Nasional Alas Purwo sangat tepat bagi para pelancong yang gemar menjelajahi hutan, mengamati tumbuhan dan satwa liar, atau penggemar wisata pantai, penikmat selancar air (/surfing/), atau mereka yang menyukai wisata ziarah. Taman Nasional Alas Purwo memang memiliki hutan yang masih alami, beberapa pantai dan teluk yang indah, serta situs-situs mistis yang kerap menjadi lokasi bersemedi atau tirakat masyarakat setempat dan para pendatang. Mengunjungi Taman Nasional Alas Purwo, wisatawan dapat mengamati kekayaan flora dan fauna yang ada. Taman nasional ini memiliki setidaknya 13 jenis bambu dan 548 jenis tumbuhan lain yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana, dan pohon. Tumbuhan khas dan endemik yang terdapat di taman nasional ini yaitu sawo kecik (/manilkara kauki/) dan bambu manggong (/gigantochloa manggong/). Tumbuhan lainnya adalah ketapang (/terminalia cattapa/), nyamplung (/calophyllum inophyllum/), kepuh (/sterculia foetida/), dan keben (/barringtonia asiatica/). Kondisi alamnya yang masih alami membuat Taman Nasional Alas Purwo menjadi habitat yang cocok bagi berbagai satwa liar, seperti lutung budeng (/trachypithecus auratus auratus/), banteng (/bos javanicus javanicus/), ajag (/cuon alpinus javanicus/), rusa (/cervus timorensis russa/), macan tutul (/panthera pardus melas/), kucing bakau (/prionailurus bengalensis javanensis/), serta burung merak (/pavo muticus/) dan ayam hutan (/gallus gallus/). Tak hanya satwa darat, satwa air yang langka dan dilindungi seperti penyu lekang (/lepidochelys olivacea/), penyu belimbing (/dermochelys coriacea/), penyu sisik (/eretmochelys imbricata/), serta penyu hijau (/chelonia mydas/) juga menjadi penghuni di pantai selatan taman nasional ini (Pantai Ngagelan). Selain area hutan, Taman Nasional Alas Purwo juga memiliki padang savana bernama Sadengan dengan luas _+_ 20 hektar, terletak sekitar 12 km dari pintu masuk taman nasional di Pasar Anyar. Padang savana ini merupakan padang penggembalaan satwa liar seperti banteng, kijang, rusa, kancil, babi hutan, burung merak, ayam hutan, dan berbagai jenis burung lainnya. Tentu saja, di tempat ini wisatawan dapat mengamati langsung aktivitas hewan-hewan liar tersebut. Padang savana Sadengan tempat penggembalaan hewan-hewan liar Sekitar 1,5 km dari padang savana Sadengan, terdapat *Pantai Trianggulasi*. Nama /trianggulasi/ diambil dari sebuah Tugu Trianggulasi, yaitu tugu penanda untuk keperluan pemetaan yang berada di pantai ini. Pantai Trianggulasi memiliki hamparan pasir putih yang cukup luas dengan formasi hutan pantai yang didominasi oleh pohon bogem dan nyamplung. Lokasi ini cukup cocok untuk kegiatan wisata bahari, berkemah, maupun menyaksikan matahari tenggelam (/sunset/). Pantai ini juga menyediakan wisma tamu dan pesanggrahan yang dapat digunakan wisatawan sebelum melanjutkan penjelajahan ke obyek-obyek wisata berikutnya. Pemandangan alam di Pantai Trianggulasi Dari Pantai Trianggulasi, berjarak sekitar 5 km arah barat merupakan lokasi Pantai Ngagelan, tempat untuk menyaksikan berbagai jenis penyu. Pantai ini menjadi tujuan penyu untuk bertelur, serta menjadi lokasi khusus penangkaran penyu. Penyu-penyu tersebut umumnya mendarat di pantai pada bulan Januari sampai September setiap tahun. Pada bulan-bulan tertentu pula, biasanya diadakan kegiatan pelepasan penyu-penyu yang sudah siap terjun ke alam bebas. Lokasi wisata lainnya yang terkenal di mata para peselancar dunia adalah Plengkung yang biasa juga disebut *G-Land*. Nama Plengkung merupakan nama lokal, sementara G-Land disematkan oleh wisatawan asing yang sangat terkesan dengan gulungan ombak pantai ini. Nama G-Land memiliki berbagai konotasi, antara lain: ?/Green/?, merujuk pada lokasinya yang berhimpitan dengan hutan primer yang masih alami; ?/Great/?, merujuk pada ombaknya yang merupakan salah satu ombak terbaik di dunia untuk olahraga selancar; serta ?/Grajagan/? yaitu nama sebuah pelabuhan nelayan setempat yang menjadi lokasi penyeberangan menuju G-Land sebelum dibangun jalan yang melintasi taman nasional. Kawasan G-Land biasanya ramai dengan aktivitas para peselancar pada bulan Mei sampai Oktober, di mana kondisi ombak sedang bagus-bagusnya untuk berselancar. Plengkung atau G-Land dapat dikatakan baru dikenal sejak tahun 1970-an, ketika dua orang peselancar asal Kalifornia, Amerika Serikat, bernama Gerry Lopez dan Mike Boyum mencoba keganasan ombak di Semenanjung Blambangan ini. Rupanya dua peselancar ini sangat terkesan dengan ombak setinggi 4?6 meter yang memanjang sekitar 2 km dan bergulung-gulung membentuk formasi 7 gelombang. Formasi gelombang macam ini merupakan salah satu formasi terbaik di dunia dan menjadi incaran para peselancar kelas dunia. Dua orang inilah yang kemudian mempopulerkan G-Land sebagai lokasi berselancar kepada para peselancar lain di seluruh dunia. Gulungan ombak di G-Land dapat disamakan dengan tiga lokasi lain di mancanegara, antara lain di Oahu (Hawaii), Fiji, dan Tahiti. Namun, ombak di G-Land dianggap memiliki kelebihan tersendiri, yaitu ombak yang besar, keras, dan panjang. Berbeda dengan ombak di Oahu, misalnya, yang memiliki ombak besar tetapi relatif lebih pendek. Dengan kelebihan tersebut, tidak mengherankan jika kejuaraan berselancar internasional Quiksilver Pro pernah diadakan di G-Land tiga kali berturut-turut, yaitu tahun 1995, 1996, dan 1997. Sayangnya, krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 yang kemudian disusul dengan berbagai kerusuhan sosial menjadikan panitia penyelenggara urung mengadakan kembali kejuaraan tersebut di G-Land. Ombak di G-Land yang sangat disukai para peselancar dunia. Dari Plengkung atau G-Land, wisatawan dapat meluncur ke arah utara, sekitar 8 km, menuju Pantai Pancur. Di pantai ini tersedia bumi perkemahan (/Camping Ground/) untuk mereka yang senang berkemah di tepi pantai. Wisatawan juga dapat menikmati keindahan tepi pantai yang tersusun dari pecahan karang hitam dan pasir gotri (pasir ringan dari pecahan karang dan kerang yang berbentuk kerikil-kerikil kecil). Jika melintasi pantai ini, wisatawan disarankan menggunakan alas kaki, sebab jika tidak hamparan pasir gotri tersebut akan menimbulkan rasa nyeri di telapak kaki. Pantai Pancur yang terkenal dengan pasir gotrinya Obyek wisata yang juga menarik di Taman Nasional Alas Purwo adalah *Segara Anakan*, yaitu sebuah teluk kecil sepanjang 18,8 kilometer dengan lebar rata-rata 400 meter. Di teluk yang menghadap ke Samudera Hindia ini, wisatawan dapat bersampan, berenang, memancing, bermain ski air, atau mengamati tumbuhan /mangrove/ dan burung-burung migran dari Australia. Segara Anakan terkenal sebagai pantai yang memiliki kawasan hutan /mangrove/ terluas di Jawa Timur. Tercatat setidaknya 26 jenis /mangrove/ di kawasan ini yang didominasi oleh /rhizopora/, /bruguiera/, /avicenia,/ dan /sonneratia/. Selain menyaksikan /mangrove/, pada bulan Oktober hingga Desember, wisatawan juga dapat menikmati ribuan burung migran dari Australia. Ribuan burung tersebut terdiri dari 16 jenis burung, seperti cekakak suci (/halcyon chloris///todirhampus sanctus/), burung kirik-kirik laut (/merops philippinus/), trinil pantai (/actitis hypoleucos/), dan trinil semak (/tringa glareola/). Tak hanya obyek-obyek wisata alam, Taman Nasional Alas Purwo juga memiliki situs-situs ziarah yang banyak dikunjungi wisatawan untuk memohon berkah. Situs-situs ziarah tersebut tidak dapat dilepaskan dari legenda Alas Purwo sebagai tempat terakhir pelarian rakyat Majapahit yang tersingkir akibat menguatnya desakan penyebaran agama Islam saat itu. Salah satu bukti sejarah yang masih nampak adalah *Pura Luhur Giri Salaka*, yaitu tempat ibadah bagi masyarakat Hindu di sekitar taman nasional (biasa disebut orang Blambangan). Masyarakat Hindu di sini diyakini merupakan keturunan rakyat Majapahit yang berpindah menuju Semenanjung Belambangan. Pura Luhur Giri Salaka biasanya ramai dikunjungi penganut agama Hindu pada saat dilangsungkannya upacara Pagerwesi, yaitu upacara mensyukuri anugerah ilmu pengetahuan yang diturunkan oleh para dewata. Upacara ini dilakukan setiap 210 hari sekali. Pura Luhur Giri Salaka di dalam area Taman Nasional Alas Purwo Selain pura tersebut, masih ada dua gua yang dianggap keramat, yaitu Gua Padepokan dan Gua Istana, yang menjadi lokasi pilihan bagi mereka yang menyukai olah semedi atau meditasi. Taman Nasional Alas Purwo sebetulnya memiliki sekitar 40 buah gua, baik berupa gua alam maupun gua buatan yang sangat cocok untuk para penjelajah gua. Salah satu gua buatan yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Gua Jepang, yang di dalamnya terdapat dua buah meriam peninggalan Jepang sepanjang 6 meter. Apabila masih memiliki waktu yang cukup, wisatawan juga dapat menikmati pesona Gunung Kawah Ijen , sebuah gunung yang kesohor karena penambangan belerangnya, yang masih berada dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Gunung Kawah Ijen terletak sekitar 33 km arah utara dari taman nasional ini.
Lokasi
Taman Nasional Alas Purwo terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur , Indonesia.
Kota Banyuwangi terletak sekitar 290 km arah timur Kota Surabaya (Ibu Kota Provinsi Jawa Timur) dan dapat ditempuh dengan bus atau kereta api. Sementara dari Pulau Bali, Banyuwangi terletak sekitar 10 km arah barat yang hanya dipisahkan oleh Selat Bali. Untuk menyeberang ke Banyuwangi, wisatawan dapat memanfaatkan jasa Kapal Ferry dari Pelabuhan Gilimanuk menuju Pelabuhan Ketapang. Dari Kota Banyuwangi, Taman Nasional Alas Purwo, dapat dicapai dengan menggunakan mobil sewaan (carter mobil /Colt/) menuju Pasar Anyar dengan jarak tempuh sekitar 65 km. Dari Pasar Anyar wisatawan dapat menyewa truk atau ojek menuju pos pintu utama di Rawa Bendo. Untuk jasa ojek, wisatawan harus membayar sektar Rp 20.000 menuju Rawa Bendo (Januari 2009). Wisatawan yang ingin memasuki kawasan Taman Nasional Alas Purwo biasanya diwajibkan mendaftarkan diri serta membayar tiket di Pos Rawa Bendo ini. Dari Rawa Bendo, wisatawan dapat memulai penjelajahan hutan, mengunjungi situs-situs ziarah, atau langsung menuju obyek wisata pantai, seperti Segara Anakan, Pantai Trianggulasi, Pantai Ngagelan, serta lokasi /surfing/ di Plengkung.
Harga Tiket
Untuk masuk ke Taman Nasional Alas Purwo pengunjung harus membayar tiket masuk di Pos Rawa Bendo. Pembayaran tiket masuk dibedakan menurut pekerjaan/profesi pengunjung. Besaran harga tiket masih dalam konfirmasi.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Kawasan Taman Nasional Alas Purwo telah dilengkapi fasilitas pemandu, yaitu para Jagawana (penjaga hutan) atau asisten Jagawana yang dapat dimintai bantuan untuk memandu penjelajahan. Untuk jasa pemandu ini, wisatawan harus merogoh kocek antara Rp 75.000 sampai Rp 150.000 per hari. Di kantor pengawasan taman nasional juga terdapat beberapa mobil /Jeep/ untuk patroli serta sepeda motor /trail/ yang dapat disewa untuk keperluan penjelajahan. Apabila membawa kendaraan pribadi, wisatawan juga dijamin tidak akan kesasar menyusuri hutan karena telah dilengkapi papan-papan petunjuk menuju berbagai obyek wisata di dalam taman nasional ini. Papan petunjuk tersebut juga dilengkapi keterangan jarak yang harus ditempuh (berapa kilometer), serta sarana menuju lokasi (misalnya dapat ditempuh dengan mobil, sepeda motor, atau jalan kaki). Salah satu papan petunjuk di Taman Nasional Alas Purwo Selain memiliki beberapa lokasi perkemahan, di beberapa pantai seperti di Pantai Trianggulasi dan kawasan Plengkung atau G-Land juga telah tersedia penginapan. Bahkan di kawasan G-Land saat ini telah memiliki beberapa /cottage/ bagi para peselancar yang dibangun dengan nuansa yang alami dan menyatu dengan alam. Bahan-bahan bangunannya misalnya terdiri dari kayu, bambu, dan tali-temali dari ijuk. Tak hanya itu, suasana alami juga terlihat dari lampu minyak tanah yang dipakai, serta ruang tidur yang menyerupai gerobak sapi tempo dulu. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, /conttage/ yang diperuntukkan bagi para peselancar dunia ini dihargai sekitar 30 US Dollar per malam. Jika Anda menginginkan penginapan yang lebih sederhana, terdapat beberapa wisma tamu di Pos Rawa Bendo seharga Rp 100.000 per malam. Selain itu, di sekitar Pos Rawa Bendo juga terdapat beberapa warung makan (Januari 2009). Bagi wisatawan yang memerlukan informasi lebih rinci dapat menghubungi kantor Balai Taman Nasional Alas Purwo, di Jalan Achmad Yani no. 108 Banyuwangi 68416, Jawa Timur. Anda juga dapat menghubungi kantor tersebut melalui saluran telepon 0333-410857, fax. 0333-428675, atau E-mail: alaspurwo@telkom.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar